“Tata krama Jepang” Culture Shock Bagian ketiga
2022.11.08
Bagi orang asing yang tinggal di Jepang, tentu pasti pernah merasakan pengalaman menarik disebabkan oleh sedikit banyaknya perbedaan budaya. Hal itu karena Jepang adalah negara yang memiliki budaya yang khas. Sebelum datang ke Jepang, saya mempersiapkan diri dengan mencari tahu tentang kehidupan dan pola pikir orang Jepang. Tetapi, di tahun ke empat kini saya tinggal di Jepang pun, culture shock yang terjadi karena perbedaan budaya pun masih sering saya hadapi. Ada beberapa hal yang mungkin tidak terlalu mengejutkan jika kita mengetahuinya lebih dulu, jadi dalam artikel ini saya ingin memperkenalkannya pada kalian.
Saya adalah mahasiswa asing asal Vietnam dan saat ini kuliah di Kyoto Koka Women's University. Di Jepang saya banyak berteman dengan beragam orang dari berbagai negara, dan diantaranya yang menjadi sahabat baik saya adalah Joyan (asal Tiongkok) dan Im Sang Hyun (asal Korea Selatan), bersama mereka saya menjalani kehidupan di kampus dan sering menemukan sisi lain Jepang yang baru. Selain itu, bukan hanya Jepang, berkat kedua sahabat saya ini pun saya bisa lebih memahami tentang budaya dari negara lain. Dalam artikel ini, dengan kerjasama dari kedua sahabat itu saya akan mengenalkan tentang perbedaan budaya Jepang yang membuat saya kaget dan bagaimana negara lain menerima hal itu.
Membuat bunyi menyeruput saat memakan mie
Pertama kali saat saya makan ramen di dekat kampus, saya kaget dengan suara menyeruput dari para pembeli lainnya. Saya memang pernah membaca artikel tentang cara makan mie ala orang Jepang, namun saat itu pertama kalinya saya mendengar sendiri. Suaranya benar-benar lebih keras dari yang saya kira. Saat saya membahas soal ini dengan teman saya, bukan hanya Jepang, saya pun jadi tahu tentang cara makan yang menarik di negara lain.
Saya yang berasal dari Vietnam, bukan hanya makan mie tapi juga saat makan masakan lain pada umumnya tata krama yang berlaku adalah tidak mengeluarkan suara ketika makan. Sama seperti di Vietnam, menurut teman saya dari Tiongkok pun, mengeluarkan suara saat makan berarti tidak sopan.
Tetapi menurut Im, di Korea kalau kita makan dengan mengeluarkan suara, kita menunjukkan bahwa makanan itu enak, sehingga sama sekali tidak jadi masalah. Dalam hal ini Korea Selatan dan Jepang memiliki kesamaan, sedangkan Vietnam dan Tiongkok meskipun sama-sama negara di Asia tetapi perasaan soal cara makan yang benar-benar berbeda, menurut saya ini menarik.
Lalu kenapa di Jepang, bersuara menyeruput saat makan mie bukannya buruk tapi justru disukai? Saya memahami 3 alasannya.
Pertama, karena orang yang makan mie dengan menyeruput katanya kuah dan mienya akan tercampur lebih baik dan membuatnya lebih nikmat. Berkenaan dengan hal tersebut, dalam sebuah acara TV terdapat eksperimen perbandingan antara makan sambil menyeruput dan makan tanpa mengeluarkan suara. Jumlah sup yang tersisa adalah 263g untuk mereka yang makan tanpa bersuara, dan 237g untuk mereka yang makan dengan berisik. Di sini kita mengerti bahwa jika makan dengan suara berisik, kuah yang tersisa akan lebih sedikit dan lebih menyatu dengan mienya.
Kemudian katanya aromanya akan lebih menyebar. Saat makan dengan menyeruput, udara akan bisa lebih banyak terhirup bersama dengan supnya. Karena itu aroma sedap dari ramen akan lebih menyebar dan terasa enak. Selain itu, masuknya mie yang panas dengan udara yang dingin dari luar secara bersamaan ke dalam mulut katanya juga bisa mencegah luka bakar.
Karena budaya “makan mie dengan menyeruput” yang tidak dimiliki terutama bagi orang asing banyak yang merasa tidak nyaman atau tidak bisa melakukannya, tapi saya rasa mencoba cara makan sebagaimana orang Jepang tentu bisa jadi pengalaman yang baik juga.
Tidak boleh makan sambil berjalan
Suatu hari, saya membaca sebuah artikel yang berjudul “Apakah makan sambil berjalan itu mengganggu?”. Dalam artikel tersebut disebutkan bahwa makan sambil berjalan merupakan hal yang mengganggu di Jepang. Hal ini menjadi masalah di tempat-tempat wisata terkenal seperti Kyoto dan Asakusa, sehingga kegiatan “Makan sambil Jalan” itu pun dilarang. Saya pun jarang sekali melihat orang yang makan sambil jalan di jalanan Jepang. Di Vietnam itu merupakan hal yang biasa, sehingga saya tidak tahu kalau di Jepang ternyata hal tersebut melanggar tata krama.
Misalnya memegang minuman dan jalan-jalan sambil minum, memakan roti sebagai sarapan yang dibeli di kombini saat perjalanan pergi sekolah, maupun pulang sekolah dan beli onigiri untuk makan di jalan karena perut lapar merupakan hal yang lumrah sekali terjadi di Vietnam.
Dalam berbagai film pun, sering muncul adegan di mana sang aktor yang berpakaian jas membeli hamburger kemudian makan sambil berjalan. Saya pernah melihatnya di drama-drama Korea, sehingga saat saya tanya pada teman saya asal Korea, dia menjawab “Di Korea hal itu tidak masalah. Saya sendiri sering melakukannya saat sedang tidak ada waktu.” Saat saya menanyakan hal yang sama pada Joyan yang asal Tiongkok, katanya “Seperti saat main handphone sambil berjalan, karena hal itu berbahaya sebaiknya dihentikan.”
Ketika saya mencari tahu kenapa di Jepang makan sambil berjalan itu tidak baik, alasan yang saya pahami pertama adalah karena hal tersebut bisa menghilangkan rasa terimakasih kepada yang membuat makanan tersebut. Orang Jepang memiliki kebiasaan di meja makan mengatupkan kedua tangan sambil berkata “Itadakimasu”. Sebaliknya, makan sambil jalan seolah kita begitu sibuknya hingga tidak ada waktu untuk makan, dan hanya makan untuk memuaskan rasa lapar saja.
Alasan lain yang dikemukakan adalah terkait masalah lingkungan dan pemandangan. Ketika makanan jatuh di jalan, atau masuk ke toko sambil membawa makanan dan menyentuh barang dagangan dengan tangan kotor, atau membuang kantong pembungkus makanan di jalanan, hal-hal seperti itu merusak pemandangan dan meningkatkan jumlah sampah yang dibuang sembarangan akibat perilaku buruk sebagian orang dan inilah yang jadi masalah.
Dengan begini, hal-hal yang kelihatannya wajar di banyak negara lain mungkin saja menjadi tidak baik karena adanya perbedaan budaya. Maka dari itu marilah kita nikmati kehidupan belajar kita di Jepang ini dengan memahami perbedaan budaya yang ada.