Aspirasi Mahasiswa Muslim yang Belajar di Kyoto
2018.02.12
Kebutuhan Sehari-hari
Tanya: Bagaimana perasaan Anda hidup sebagai mahasiswa Muslim di Kyoto? Apakah ada hal yang menurut Anda sulit? Sebaliknya, adakah hal yang menurut Anda sangat mudah?
Fahmi: Membeli makanan halal adalah hal yang cukup sulit di Kyoto. Meskipun ada beberapa toko grosir yang menjual makanan halal dengan harga terjangkau, pilihannya terbatas. Selain itu, waktu untuk melaksanakan shalat juga terbatas. Saya ingin menjalankan shalat lima kali sehari, tetapi itu agak sulit dilakukan di Jepang. Saya mengambil kuliah di kampus Yoshida Universitas Kyoto, dan di sana terdapat dua ruang shalat, jadi saya bisa melaksanakan shalat saat berada di sekolah. Profesor di sekolah pascasarjana saya sangat memahami, sehingga saya bahkan bisa pergi shalat saat tengah-tengah pelajaran.
Tidak banyak pilihan tempat untuk salat Jumat, tetapi ada sebuah masjid kecil di Kyoto. Hari Jumat adalah hari yang istimewa bagi umat Muslim karena ada ibadah (salat) penting yang harus dikerjakan di sekitar waktu makan siang. Umat Muslim, terutama pria, berusaha untuk memberikan prioritas maksimal untuk salat mereka pada hari itu. Hal ini memaksa saya untuk beberapa kali tidak menghadiri acara-acara seperti tur yang diadakan laboratorium riset saya selama saya bersekolah di Jepang. Keputusan seperti itu sangat sulit bagi saya karena saya ingin berkeliling Jepang lebih banyak dan melihat hal-hal yang berbeda.
(*Di Kyoto, semakin banyak sekolah yang mendirikan ruang ibadah, seperti Universitas Kyoto. Pihak yang berwenang juga menyadari perlunya untuk terus mendengarkan kebutuhan para siswa seperti para panelis dalam sesi ini. Penting untuk memahami kebutuhan yang tidak disadari oleh orang Jepang sendiri).
S.D.: Daging babi cukup banyak digunakan dalam makanan Jepang. Terkadang saya ingin makan hamburger, tetapi kebanyakan hamburger di Jepang terbuat dari kombinasi daging sapi dan babi. Jadi, mungkin sulit untuk makan di luar bersama teman-teman. Jika sebagian besar menu di restoran mengandung daging babi, saya biasanya hanya akan makan salad dan kentang goreng.
Untuk salat, sulit untuk menemukan tempat salat khusus wanita. Saya agak pemalu dan lebih suka beribadah di ruang pribadi daripada bersama orang lain jika memungkinkan, tetapi ruangan pribadi sulit ditemukan. Ruangan kecil pun tidak masalah asalkan saya dapat beribadah dengan privasi. Ketika saya di sekolah, saya tidak memiliki banyak pilihan. Jadi ketika kelas selesai pada pukul 12:30, saya langsung kembali ke kamar apartemen untuk salat.
Selain salat, ada satu masalah lagi. Ketika saya bekerja paruh waktu, saya tidak bisa mengenakan hijab. Karena mungkin pelanggan akan merasa kurang nyaman dan itu bukan hal yang baik. Kami [Muslim Indonesia] melihat hijab sudah seperti barang fesyen, seperti kerudung yang dipakai di kepala.
Saya harap orang-orang mengerti bahwa hijab bukanlah sesuatu yang harus ditakuti dan bukan alat untuk menyebarkan agama Islam.
Dua orang panelis di atas berasal dari Indonesia. Panelis berikutnya, Mahdi, berasal dari Iran dan akan menyampaikan pandangan yang sedikit berbeda.
Mahdi: Baru-baru ini, saya mendengar bahwa stasiun Osaka telah memiliki ruang shalat khusus. Karena stasiun adalah tempat di mana banyak orang dari berbagai latar belakang berkumpul, saya pikir ruang semacam itu sangat diperlukan.
Ketika saya mulai kuliah di Kyoto, saya berkuliah di Universitas Doshisha. Pada saat itu, tidak ada tempat untuk beribadah di dalam kampus, jadi saya berdoa di Kyoto Imperial Palace. Di sana, saya bisa salat sendirian atau berjamaah bersama orang lain. Awalnya, orang di sekitar saya mungkin melihat saya dengan pandangan aneh, tetapi sekarang itu sudah tidak lagi menjadi masalah bagi saya.
Masalah yang sering saya dengar dari teman-teman adalah mengenai toilet. Meskipun Jepang umumnya memiliki toilet yang dilengkapi dengan fitur semprotan air, yang lebih baik daripada toilet di Barat, tetapi beberapa toilet di dalam kereta misalnya, tidak dilengkapi dengan fitur tersebut. Di dalam Islam, ada banyak aturan terkait toilet, termasuk keharusan untuk membersihkan diri sebelum beribadah (salat). Saya tidak akan menjelaskan lebih lanjut tentang etika toilet dalam dunia Islam, tetapi akan sangat berterima kasih jika perusahaan Jepang seperti TOTO segera mengatasi masalah ini [tertawa].
(Catatan: Sebenarnya, dalam pandangan Muslim, hanya menggunakan kertas toilet tidak cukup, dan selalu perlu menggunakan air untuk membersihkan diri. Ini adalah masalah yang sulit dipahami oleh orang asing dan sering tidak disuarakan karena kerendahan hati umat Islam.)
Seberapa Populerkah Belajar di Jepang di Negara Anda?
Tanya: Apa pendapat siswa di negara asal Anda tentang belajar di Jepang? Apakah Anda melihat ada kebutuhan tertentu untuk itu?
Fahmi: Banyak pelajar Indonesia yang belajar di Inggris. Hal ini dikarenakan banyaknya beasiswa yang tersedia. Belajar di Jepang tidak begitu populer. Beasiswa untuk belajar di Jepang ditawarkan oleh Honda dan Panasonic. Namun jika dibandingkan, masih banyak lagi jenis beasiswa untuk belajar di Eropa.
S.D.: Memang benar. Banyak siswa yang ingin pergi ke Inggris atau negara Eropa lainnya. Beasiswa juga penting tetapi sulit untuk mendaftar. Menurut saya, Jepang adalah tujuan populer untuk belajar di luar negeri. Karena orang-orang di sekitar saya ingin datang ke Jepang. Tetapi banyak siswa SMA saat ini yang menyukai drama Korea dan K-pop, dan mereka ingin pergi ke Korea suatu hari nanti.
Mahdi: Ketika saya masih di Iran, saya ingin belajar bahasa Jepang, tetapi saya tidak dapat menemukan sekolah bahasa Jepang. Jadi saya menelepon kedutaan Jepang dan mengatakan bahwa saya ingin belajar bahasa Jepang [tertawa]… Kedutaan mengatakan bahwa itu akan sulit, tetapi jika saya bisa datang ke kedutaan, ada kemungkinan saya dapat belajar… Namun saya tinggal di kota Shiraz di bagian selatan Iran, jadi saya tidak bisa pergi ke Tehran di mana kedutaan besar berada. Jadi, situasi belajar bahasa Jepang di Iran sangat sulit.
Namun, masih ada beberapa hubungan yang terkenal antara Iran dan Jepang. Misalnya, kesuksesan orang-orang yang berasal dari Iran, seperti Darvish. Anime juga masih sangat berpengaruh, meskipun sudah tidak terlalu sering ditayangkan di televisi seperti dulu. Ketika saya berbicara tentang Jepang, banyak orang Iran yang mengatakan kepada saya bahwa mereka juga ingin belajar di Jepang.
Saya pikir Jepang harus menunjukkan lebih banyak keindahan Jepang dan Kyoto kepada siswa-siswa sekolah menengah di Iran.
Jadikan Kyoto Lebih Ramah bagi Muslim!
Di negara yang bukan bagian dari dunia Islam seperti Jepang, kebutuhan agama dan budaya seperti yang dimiliki oleh ketiga panelis ini masih belum terlalu dikenal, terutama di dunia akademik. Namun, beberapa universitas seperti Universitas Kyoto dan Universitas Doshisha telah menyediakan makanan halal di kantin mereka. Selain itu, Kyoto University of Foreign Studies juga telah menyediakan ruang salat.
Melalui acara seperti ini, kami berharap bisa membuat Kyoto menjadi lingkungan yang lebih ramah bagi Muslim. Jika Anda ingin tahu lebih banyak tentang masjid, ruang salat, atau restoran yang menyajikan makanan halal di Kyoto, Anda dapat membaca artikel di sini: https://www.studykyoto.jp/id/magazine/2017/06/15/muslim-friendly-kyoto/
Selain itu, ada video yang menggambarkan kehidupan mahasiswa Muslim di Kyoto yang dapat Anda lihat di sini: